Artikel

BOLEHKAN DEMO? PANDANGAN ISLAM TENTANG MENGKRITIK PEMERINTAH

Belakangan ini peringatan darurat garuda berlatar belakang biru tengah ramai diperbincangkan oleh warganet dari berbagai platform, mulai dari instagram hingga di twitter/X.  Gerakan Peringatan Darurat itu merujuk pada ajakan untuk sama-sama mengawal jalannya Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) tahun 2024. Gerakan ini dilatar belakangi oleh putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Selasa (20/8) lalu, yakni parpol atau partai politik tak usah lagi mempunyai kursi di DPRD apabila ingin memajukan calon kepala daerah.

Ramainya perbincangan ini mulai meluas semenjak diunggah oleh beberapa akun ternama, di antaranya Najwa Shihab hingga komika Bintang Emon dan sejumlah influencer lain. Kemudian semakin merambah lagi di kalangan mahasiswa, aktivis, pakar hukum, akademisi, hingga masyarakat umum. 

Garuda dengan background biru kemudian berubah menjadi simbol ajakan untuk menyelamatkan Indonesia dari segelintir orang yang dianggap bisa membahayakan demokrasi Indonesia. Sampai akhirnya Garuda Biru menjadi simbol protes dan seruan aksi demo kawal putusan MK di berbagai daerah. 

Seperti yang kita ketahui unjuk rasa/demonstrasi merupakan hak legal warga negara yang dijamin negara. Tetapi dalam sudut pandang Islam taat kepada pemimpin merupakan kewajiban sebagaimana yang telah dipaparkan dalam QS. An Nisa’ [4] ayat 59 yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri (pemimpin/pemerintah) di antara kamu.”

Selain diperintah untuk menaati pemimpin dan pemerintah, umat Muslim juga mempunyai hak untuk mengkritik pemerintah jika melakukan kesalahan. Rasulullah ﷺ bersabda, 

  لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ 

Artinya, “Tidak ada kewajiban taat dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari)

Hadits tersebut bisa dimaknai bahwa Islam memperbolehkan umat Muslim untuk menyampaikan aspirasi seperti dalam bentuk unjuk rasa/demo. Pengekspresian protes dalam unjuk rasa disyaratkan tidak dilakukan secara anarkis, tidak menyimpang dari aturan syariat atau peraturan yang berlaku atau disepakati. Seperti dilakukan dengan cara yang damai, tertib dan tidak mengganggu ketertiban umum, tidak melakukan demo di tempat yang dilarang seperti masjid dan rumah sakit, tidak merusak fasilitas umum atau melakukan tindakan kekerasan dan lainnya.

Jika syarat dan batasan tersebut ditentang maka unjuk rasa tidak diperbolehkan. Unjuk rasa anarkis dapat menyebabkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan barang dan/atau jiwa, kerusakan fasilitas umum, atau hak milik. 

Esensi demonstrasi dalam Islam adalah amar makruf nahi mungkar, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Berlandaskan itulah Demonstrasi diharuskan dengan cara yang baik agar aspirasi dapat tersampaikan dan dicerna baik oleh pemimpin dan pemerintah serta menjadi sarana yang efektif untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Penulis: Naila Izzatuz Zuhroh

Leave a Reply