Purnama ke-12 berpendar redup membasuh bumi. Cahayanya memeluk lembut permukaan tanah melewati celah gedung-gedung tinggi, yang berdiri pongah mencakar cakrawala. Bak seorang ratu di singgasana, purnama bertengger di angkasa dengan cantiknya, mengalahkan gugus bintang di sekelilingnya.
Keindahan langit malam itu terasa hampa, bagi seorang pekerja yang dihantam problematika. Saipul namanya, tubuhnya kekar berisi, hidup di rusun rakyat yang padat penghuni. Anak rambutnya yang bergelombang melambai-lambai mengikuti irama angin di balkon kamarnya. Rusun rakyat yang tepat berada di pinggiran ibukota.
Saipul bergeming menatap purnama. Tubuhnya berada di sana namun isi kepalanya melayang entah kemana. Ia sebenarnya penduduk asli ibukota. Namun, lahannya dibeli paksa oleh pemerintah. “ Demi membangun ibukota.” Ujar salah satu dari mereka. Dengan terpaksa ia memenuhi keinginan pemerintah. Lalu, kehidupannya berubah semenjak dipindahkan ke kompleks rumah susun dimana seluruh penduduk asli ibukota ditampung oleh pemerintah.
Mulanya kehidupan di rusun tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Sampai suatu ketika, pemerintah mengeluarkan kebijakan menyimpang. “demi kebaikan dan kenyamanan bersama, maka perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. Dari pengamatan kami bahwa, di dalam rusun kerap ditemui penghuni mengganggu tetangganya dengan begadang dan membuat gaduh. Maka, dengan ini kami akan melaksanakan program pemadaman untuk penduduk rusun pukul 12.00 tepat tengah malam. Yang akan dinyalakan kembali pukul 04.30.” begitulah kira-kira bunyi pengumuman dari pemerintah, 6 bulan pasca pemindahan saipul dari tempat tinggal asalnya.
Fasilitas di rusun bisa dibilang kurang memadai. Salah satunya, air kamar mandi yang sering macet. Berkali-kali saipul melaporkan kepada pemerintah setempat, hanya ada jawaban “segera kami proses.” Entah kapan segeranya mereka kerjakan.
Saipul bekerja di dinas kebersihan kota atau disingkat DKK. Pekerjaannya tidak bisa jauh-jauh dari sampah. Dari pagi sampai sore ia berkeliling kota guna mengangkut sampah untuk dibawa ke TPA. Jikalau sempat ia memilah sampah yang bisa didaur ulang untuk dijual. Guna menambah penghasilan.
Rusun rayat sudah lama memiliki satpam. Akan tetapi, kinerjanya dipertanyakan. Dikarenakan ada banyak laporan kemalingan. Namanya Rangga, seorang satpam berpostur tinggi dengan kulit sawo matang. Ia tinggal di pos satpam depan rusun yang lebih mirip kandang kambing alih-alih sebuah pos. Rangga mengusulkan untuk memasang cctv di lorong rusun . untuk memudahkan ia memonitor tanpa perlu berpatroli keliling rusun.
Rangga menyampaikan usulannya kepada Zainuddin. Seorang PNS yang bertugas menangani rusun. Tak butuh waktu lama usulan Rangga langsung direalisasikan. Saipul tak terima, Ia bekali-kali memberi usulan tapi tak pernah digubris.
“Zain, lebih penting mana, membenahi aliran air atau pasang cctv.” Protesnya.
“sudah jelas lebih penting pasang cctv lah, kan untuk keamanan bersama.” Bela Zainuddin.
“percuma saja keamanan ditingkatkan jika penghuni rusun sakit-sakitan. Sebab, kamar mandi yang biasa dipakai bersama hanya mampu untuk beberapa kali pakai saja. Tidak sebanding dengan penghuni rusun.” Balas saipul.
“besok-besok lah kita urus.” Jawab Zainuddin. Perdebatan yang berakhir tanpa kesimpulan.
Hari demi hari berlalu. Saipul kembali menjalani rutinitasnya. Kesibukannya pada pekerjaan tidak akan membuatnya lupa akan permasalahan rusun. Saban hari Ia mendatangi Zainuddin untuk menagih janjinya. Tapi Ia selalu pulang dengan tangan hampa. Rasa kepedulian yang besar membuatnya tidak mudah patah semangat. “setidaknya Aku harus memperjuangkan apa yang pantas diperjuangkan.” Ujarnya menyemangati diri sendiri.
Perjuangan tidak akan menghianati hasil. Begitulah yang terjadi, selang 2 bulan setelah cctv terpasang aliran air rusun rakyat mulai dibenahi. Kini hati saipul bisa bernafas lega. Sebab ia merasa perjuangannya tidak sia-sia. “Mungkin esok lusa Aku akan berusaha menghapus kebijakan pemadaman.”
Jombang, 04 Agustus 2024
Penulis: Abdul Jamil