Mengenai adanya bulan Safar, banyak orang menganggap bahwasannya pada bulan ini terdapat hari dimana Allah menurunkan 320.000 bala atau malapetaka. Tepatnya yaitu pada hari Rabu terakhir di bulan Safar.
Anggapan-anggapan banyak orang ini dapat juga dibenarkan berdasarkan firman Allah Ta’ala pada (Q.S al-Qamar (54:18-20) yang artinya:’’Kaum ‘Aad pun mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari naas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok kurma yang tumbang”. Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil menceritakan, bahwa kejadian itu (fi yaumi nahsin mustamir) tepat pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Maka dari itu, muncullah tradisi-tradisi yang kini mulai banyak dilakukan khususnya masyarakat jawa, seperti mandi mengikuti warisan tradisi dari Wali Songo, sholat berjamaah 4 rakaat dengan doa khusus di masjid atau musholla, silaturahmi, sedekah atau sering disebut tawurji serta tradisi ngapem yaitu membuat kue apem lalu membagi-bagikannya kepada tetangga dan kerabat. Dari rangkaian kegiatan itu semua mengarah pada satu makna yang berfungsi sebagai tolak bala (menolak bencana).
Mengutip penjelasan KH. Maimoen Zubair tentang ritual rebo wekasan, bahwa dalam kitab Tarikh Muhammadur Rasulullah dijelaskan Rasulullah saw ketika awal sakit beliau di hari rabu terakhir di bulan Safar, yang disebut juga Arba’ Mustamir. Selama 12 hari berturut-turut Rasulullah saw. sakit, kemudian beliau wafat pada tanggal 12 Rabiul awal. Pada awal sakitnya, yaitu hari Rabu terakhir bulan Safar, beliau pernah berpesan kepada Sayyidina Abu Bakar, “Bersegeralah bersedekah, karena bala’ dan musibah tidak bisa mendahului amal sedekah. Terutama sedekah kepada anak yatim dan dhuafa’”.
Arba’ Mustamir (rabu terakhir) dalam konteks ini adalah rebo wekasan, sebagaimana telah dijelaskan. Dengan demikian, tindakan umat Islam Indonesia membuat dan membagi-bagikan apem setiap tahun tiap rebo wekasan ini diperbolehkan karena merupakan bentuk permohonan selamat kepada Allah dari berbagai macam jenis bahaya yang diyakini akan datang.
Penulis: Intan Nur Fadhilah